Berburu Lokan Hingga ke Sarang Buaya

Artikel aseli hamba ambil dari sini:
http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2010/11/10/sate-lokan-sate-padang-khas-pesisir-selatan/
http://haluankepri.com/index.php?option=com_content&view=article&id=5611:berburu-lokan-hingga-ke-sarang-buaya&catid=52:insert&Itemid=73

***

Pesisir Selatan di Sumatera Barat memang terkenal dengan potensi pantainya yang memanjang sejauh 234 km. Dari potensi itu jugalah kemudian muncul salah satu kuliner khas negeri ini, Sate Lokan. Dengan kuah merah kecoklatan yang cukup pedas, Anda akan menikmati cita rasa berbeda dari sate padang.

sate-1

Jika di Medan ada sate kerang, maka di Padang ada sate lokan. Kedua binatang laut ini dari jenis yang sama, yakni kerang-kerang atau famili cardiidae. Bedanya, ukuran lokan jauh lebih besar dari kerang, sehingga dagingnya pun lebih tebal. Lokan termasuk bangsa kerang hijau (kupang awung) bercangkang hitam yang memang dapat dimakan, sama seperti kerang.

Selain itu, yang membedakan sate lokan dengan sate kerang adalah cara penyajiannya. Di Sumatera Barat, biasanya sate lokan disantap dengan kuah sate khas Padang bersama beberapa potongan ketupat. Sate lokan memang unik, karena tidak banyak dijual di luar Padang, sehingga jarang ditemukan.

Biasanya, sate padang lebih banyak dinikmati dengan potongan daging ayam atau daging kambing. Maka dengan mencicipi sate lokan Anda akan menikmati cita rasa yang berbeda dari salah satu kuliner khas orang Minang ini.

Salah satu daerah yang terkenal dengan sate lokan adalah Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah yang berada di sepanjang pantai Samudera Hindia, memanjang dari perbatasan dengan Kota Padang hingga ke perbatasan dengan Bengkulu ini memang terkenal sebagai pemasok lokan terbanyak di Sumbar. Tidak aneh memang, karena daerah ini memang memiliki wilayah dengan pantai terpanjang di Sumbar, yakni 234 km.

Khas Daerah Pesisir

Jika Anda punya kesempatan berkunjung ke Pesisir Selatan, maka singgahlah ke daerah Ampiang Parak, Kecamatan Sutera. Di daerah yang berada di perbatasan dengan Kecamatan Lengayang tersebut banyak berdiri warung-warung yang khusus menjual sate lokan. Ada sekitar tiga warung sate lokan yang bisa menjamu Anda untuk berwisata kuliner khas daerah pesisir ini.

sate-bon

“Kita memang khusus menjual sate lokan. Harganya untuk satu piring Rp 8000 dengan lima tusuk sate lokan. Bisa juga memesan sate lokan saja tanpa ketupat. Selain itu, kita juga menyediakan sate ayam. Karena minat masing-masing orang, kan beda,” jelas Hendra, salah seorang pedagang sate lokan di Ampiang Parak kepada saya beberapa waktu lalu. Dengan kocek hanya Rp 50.000, Anda sudah bisa membawa keluarga untuk menikmati sate lokan di Ampiang Parak.

Menurut putra daerah Pesisir Selatan ini, usahanya tersebut bisa menghasilkan omset hingga puluhan juta per bulan. Bahkan, di hari-hari libur seperti Hari Raya Idul Fitri, ia bisa meraup penghasilan kotor sampai Rp 100 juta dalam sebulan. Selain itu, warungnya juga selalu ramai dikunjungi oleh penikmat sate lokan setiap malam minggu dan hari libur.

Dijelaskan Hendra lagi, lokan-lokan untuk usaha satenya ini didapatkan dari daerah Muaro Sakai, Kecamatan Indrapura yang masih berada dalam wilayah Kabupaten Pesisir Selatan. Lokan memang banyak terdapat di muara sungai di daerah yang pernah memiliki salah satu pelabuhan besar di Pantai Barat Sumatera pada zaman penjajahan Belanda dulu ini.

Lokan ini biasanya hidup pada kedalaman lebih kurang 16 meter di bawah permukaan laut. Hebatnya, para penyelam yang mengambil lokan di kedalaman laut itu biasanya menyelam tanpa menggunakan alat bantu sama sekali.

Sebenarnya, selain diolah menjadi sate lokan, binatang ini juga banyak dijadikan rendang oleh masyarakat pesisir. Namanya sudah pasti rendang lokan. Rasanya hamper sama seperti rendang daging yang memang merupakan kuliner khas Minang. Bedanya, daging diganti dengan lokan. Bisanya, rendang lokan ini dicampur dengan sayur paku.

Di Pinggir Pantai

Selain keunikan rasa dari sate lokan, ada hal lain yang akan semakin membuat Anda penasaran untuk segera berkunjung ke negeri penghasil lokan ini. Di Ampiang Parak, Anda dapat menikmati sate lokan sembari menghirup angin laut dari Samudera Hinda. Karena, warung sate lokan di daerah ini memang berdiri tepat di pinggir pantai, tidak jauh dari Pantai Pasir Putih yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Lengayang.

“Sebenarnya dapat tempatnya cuman di sini. Tapui, ternyata lokasinya bagus juga, karena di pinggir pantai. Jadi bisa makan sate lokan sambil melihat ombak di pantai. Makanya, kemudian banyak juga yang buat warung sate lokan di sini,” tambah Hendra lagi.

pantai

Hmmm… Sepiring sate dengan taburan bawang goreng di atas ketupat dan lima tusuk sate lokan yang telah disirami kuah memang akan menjadi lebih nikmat saat disantap di pinggir pantai. Batang-batang lidi yang ditancapi lima potong lokan berlumur kuah merah kecokelatan itu semakin menggugah selera. Bau lokan dan daging bakar terbang ke seluruh ruangan bersama angin laut yang mengundang lapar.

***

buaya

Kabupaten Pesisir Selatan juga terkenal sebagai penghasil lokan di Sumatera Barat. Produksi lokan terbanyak di Pesisir Selatan terkosentrasi di eks Kecamatan Pancung Soal (Inderapura, Tapan dan Lunang Silaut), karena alamnya di masa lalu sangat mendukung untuk itu. Sehingga banyak pula warga di sini yang menggantungkan hidup menjadi pencari lokan. Mereka menyelami muara-muara sungai untuk mendapatkan lokan yang memiliki gizi sangat tinggi.
Lokan dari daerah ini, sejak zaman dulu sudah dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan khas, mulai dari rendang lokan, sate lokan, tojin lokan dan lain sebagainya. Penganan dan makanan berbahan dasar lokan pun telah merambah atau setidaknya dikenal luas di berbagai daerah. Konon kabarnya lokan Pesisir Selatan juga dipasok untuk rendang lokan yang dipasarkan Crinstine Hakim. Hewan jenis moluska ini digemari akhir-akhir ini. Namun di balik itu, untuk mendapatkan lokan tidaklah semudah yang dibayangkan.

Habitat lokan, binatang yang di darek lebih mirip dengan pensi, tersebut umumnya hidup di dekat muara-muara sungai. Atau di kawasan vegetasi rawa lainnya, misal hutan nipah dan di lokasi lainnya tempat tetumbuhan air tumbuh. Lokan, jika di Inderapura, juga hidup dalam habitat buaya. Dan tentu tantangan untuk mendapatkannya tidak pula sedikit.

Upik (55), warga Pasa Gedang Inderapura, bersama suaminya telah sejak 30 tahun lalu menekuni profesinya sebagai pencari lokan di Muara Sungai di Inderapura. Bahkan dua orang anaknya juga mewarisi menekuni profesi yang sama.

Upik menyebutkan, dulu saat vegetasi dan lingkungan di Indrapura masih alami dan asri, ia harus berani mengarungi lubuk-lubuk lokan yang sekaligus juga menjadi tempat nyaman bagi buaya. Dengan sebatang bambu yang ditancapkan ke dasar sungai, Upik menyelam ke dasar sungai.

“Semua orang tahu bahwa rawa-rawa dan muara sungai di Inderapura adalah tempat buaya yang paling banyak. Namun karena ini pekerjaan saya, mau tidak mau saya harus “kucing-kucingan” dengan buaya. Namun semuanya terpulang kepada niat, yang jelas tujuan kita bukan untuk mengganggu buaya di sini, tetapi untuk mencari nafkah,” ujar Upik, menceritakan bagaimana ia harus bertarung.

Menurut Upik, dari cerita turun-temurun, jika manusia tidak berniat untuk mengganggu buaya, buaya tersebut juga tidak akan mengganggu manusia. Bagi mereka yang berniat mengganggu keberadaan buaya, biasanya ia akan menjadi korban. “Tidak sedikit pencari lokan yang tewas di terkam buaya gara-gara salah niat,” ungkap Upik lagi.
Menyusut
Berdasarkan penuturan Upik, kini populasi lokan di kawasan Inderapura sudah semakin kurang. Menurutnya, pada akhir tahun 80-an dalam satu hari ia bisa mendapatkan 2.000 hingga 2.500 keping lokan. Pencari lokan dengan mudah mendapatkannya. Namun kini berbeda jauh, penghasilan saban hari menurun.

“Jangankan mendapatkan 2.000 lokan dalam satu hari, untuk mendapatkan 1.000 lokan dalam satu minggu saja sangat sulit. Lokan sudah jarang. Keberadaannya hanya di tempat-tempat tertentu saja,” kata Upik lagi.

Penyebabnya bukan karena penyelam atau pencari lokan bertambah banyak jumlahnya di daerah tersebut, namum akibat tidak seimbangnya vegetasi alami di kawasan Inderapura saat ini. “Saya merasakan lokan mulai berkurang sejak pertengahan 90-an hingga kini,” imbuhnya.
Berkurangya jumlah lokan di Inderapura, kata Hadiyon (50), salah seorang tokoh masyarakat Inderapura, karena beberapa populasi unik di Inderapura memang telah mulai menyusut bahkan ada yang mulai langka, misalnya madu lebah, ikan lele, puyu dan lain sebagainya. Jadi tidak terbatas pada lokan saja.

“Mungkin disebabkan oleh pembangunan lahan kelapa sawit secara besar besaran yang mengharuskan dibuatnya sodetan untuk mengeringkan rawa dan lahan gambut. Sehingga rawa yang selama ini menjadi tempat berkembang biaknya sejumlah makhluk unik di kawasan itu menjadi berkurang. Otomatis hewan yang ada di sana mati dan berkurang jumlahnya,” ujar Hadiyon.

4 Responses

  1. Yo bana santiang artikel ko. Titiak aia salero mbo dek nyo.

  2. ..Pesisir Selatan di Sumatera Barat memang terkenal dengan potensi pantainya yang memanjang sejauh 234 km. Air mata yang sedari tadi berusaha dibendungnya akhirnya tumpah juga tatkala saya mengajukan pertanyaan kepadanya. Pantai berpasir putih yang memanjang dari utara ke selatan membatasi daerah ini dengan Samudera Hindia.

  3. Widiww… Barusan makan rendang lokan di bogor, dapat dari kawan asal pesisir selatan… Enakkk bgt pkee bgttt

Leave a comment