Sound of Your PC

Mungkin Anda sering mengalami atau mungkin mendengar bunyi “BEEP” pada bios atau PC. Sebenarnya bunyi itu merupakan suatu pesan yg disampaikan oleh bios/PC untuk menunjukkan suatu kesalahan pada hardware PC Anda.

AMI-BIOS

Beep 1x : RAM rusak atau tidak terpasang dengan benar.
Beep 6x : Biasanya menunjukkan keyboard yang rusak, atau tidak terpasang dengan benar.
Beep 8x : Graphic card rusak atau tidak terpasang dengan benar pada slot.
Beep 11x : Checksum-Error! Periksalah baterai CMOS pada motherboard.

Award-BIOS
Beep 1x panjang terus menerus : RAM rusak, atau tidak terpasang dengan benar.
Beep 1x panjang, 1x pendek : Ada masalah dengan RAM atau Motherboard.
Beep 1x panjang, 2x pendek : Graphic card rusak atau tidak terpasang dengan benar.
Beep 1x panjang, 3x pendek : Keyboard rusak atau tidak terpasang dengan benar.
Beep 1x panjang, 9x pendek : Ada masalah dengan Bios / Bios rusak
Beep pendek tak terputus : Ada masalah dengan penerimaan tegangan (power).

Phoenix-BIOS
Beep 1x-1x-4x : BIOS mengalami kerusakan.
Beep 1x-2x-1x : Motherboard rusak.
Beep 1x-3x-1x : RAM rusak atau tidak terpasang dengan benar.
Beep 3x-1x-1x : Motherboard rusak.
Beep 3x-3x-4x : Graphic card rusak atau tidak terpasang dengan benar.

Apabila bagian yang bermasalah adalah RAM (memori), maka cabutlah memori RAM tsb dan pasang lagi (apabila cara meletakkan RAM sebelumnya kurang baik atau tidak pas atau bergeser karena komputer dipindah-pindah). Perlakuan yang sama juga dapat dilakukan pada graphic card (kartu VGA). Apabila setelah memperbaiki letak periferal (RAM dan kartu VGA) tetapi bunyi beep masih berbunyi juga, kemungkinan besar periferal tersebut mengalami kerusakkan, maka bisa dicoba dengan periferal lainnya, sebelum membeli yang baru.

~ dR. PC

Misteri ‘Sungai’ di Dalam Laut Mexico

Seorang penyelam, Anatoly Beloshchin, mengambil gambar ‘sungai’ di dalam laut.

Sungai di dalam laut. Secara ilmiah itu tidak mungkin terjadi. Seorang penyelam, Anatoly Beloshchin, mengambil gambar ‘sungai di dalam laut’ dari kedalaman 60 meter perairan Cenote Angelita, Mexico.

Seperti dilansir crystalkiss.com, di kedalaman lebih dari 30 meter tim penyelam menemukan air tawar di tengah kolom air laut. Kondisi itu berubah dan penyelam kembali menemukan air laut mulai melewati kedalaman 60 meter.

Beberapa meter dari lokasi itu akan ditemukan sebuah gua. Di bagian bawah dekat gua itu tim penyelam menemukan sebuah sungai lengkap dengan pohon dan dedaunan yang mengapung di kolom air itu.

Ternyata lokasi itu bukanlah sungai seperti yang terlihat di daratan. Tetapi, suasana itu memang mirip sungai lengkap dengan lapisan seperti air yang berwarna agak kecoklatan.

Tapi tunggu dulu, warna kecoklatan itu bukanlah berasal dari air tawar. Disebutkan, bagian kecoklatan yang mirip air sungai itu adalah lapisan bagian bawah gas hidrogen sulfida. Gas yang biasanya dihasilkan dari saluran pembuangan kotoran.

Secara keseluruhan, tim penyelam menemukan itu adalah kondisi yang sangat mengejutkan dan menakjubkan untuk dipandang.

Di kedalaman 60 meter saya menemukan kembali air laut. Saya melihat sebuah sungai, pulau, lengkap dengan daun yang berguguran. Tapi sungai yang kami lihat adalah lapisan dari gas hidrogen sulfida,” kata Anatoly.

Bungkuak jo Jatuah

Dalam filosofi Minangkabau, manusia berguru kepada alam. Mengambil ilmu nan tersirat darinya untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan.

Alam takambang jadi guru.

Ado 5 macam bungkuak (bungkuk) :

Nan pertamo, bungkuak ubi.
Jika diluruskan dia patah, busuk malah kesudahannya.

Nan kaduo, bungkuak rotan.
Jika diluruskan dia menurut, namun dilepaskan kembali ke bungkuk semula.

Nan katigo, bungkuak basi (besi).
Jika diluruskan dia menurut, tidak akan berubah lagi.

Nan kaampek, bungkuak sabuik (sabut).
Tidak bisa diluruskan lagi, tidak ada gunanya kecuali sebagai pembakar tungku.

Nan kalimo, bungkuak timun.
Ada namun dianggap tidak ada, tidak masuk perhitungan.
Datang tidak membuat genap, pergi tidak membuat ganjil.

Ado 5 macam jatuah (jatuh) :

Nan pertamo, jatuah tupai.
Jatuh sebagai pembelajaran untuk melompat lebih tinggi.

Nan kaduo, jatuah patai (petai).
Jatuh karena memang sudah masak di batang (sudah waktunya)

Nan katigo, jatuah tapai.
Jatuh yang buruk dan berserakan di lantai, kotor dan tidak boleh dimakan lagi (tidak ada lagi gunanya).

Nan kaampek, jatuah lilin.
Jatuh setelah berpijar, menetes di telapak tangan.
Sudah jatuh menimpa orang lain pula.

Nan kalimo, jatuah badarai (berderai).
Jatuh yang paling buruk, hancur berantakan dan tidak bisa dipersatukan lagi, malah membuat luka (rugi) orang nan hendak menolongnya.

~dR

Dualisme Aliran Seni Tari Minangkabau

Dewasa ini seni tari Minangkabau dipengaruhi oleh dua aliran nan tampaknya saling bertolak belakang, namun sebenarnya keduanya saling melengkapi ibarat Yin dan Yang. Keduanya mencerminkan kekayaan tari Minang nan fleksibel dan dinamis.

Dua aliran tersebut dipimpin oleh dua orang maestro tari Minang, yaitu Bundo Gusmiati Suid dan Mandeh Sofyani. Aliran yang dipimpin oleh Bundo Gusmiati Suid cenderung “tageh” (tegas) dan didasari oleh gerakan pencak silat, yang diiringi oleh alunan musik Minang nan simple, seperti talempong pacik –>> contoh : Tari Rantak. Sementara aliran yang dipimpin oleh Mandeh Sofyani cenderung dinamis dan gemulai, yang diiringi oleh alunan musik Minang nan kompleks, seperti Tari Galuak (Tampuruang).

***

Rantak

Akhir abad ke-20, dapat dikatakan hampir di semua penjuru wilayah Indonesia, telah terjadi proses peminggiran dan pengabaian terhadap bentuk-bentuk seni tradisi. Perubahan ini disebabkan karena pesatnya perkembangan industrialisasi sehingga berakibat pada urbanisasi, kemudian dalam perkembangan kebudayaan massa, kehadiran acara televisi, musik populer, dan bioskop menjadi tak terbendung.

Secara garis besar pengaruh modernisasi terhadap kehidupan seni tradisi tampak jelas dengan adanya kecenderungan ke arah komersialisasi dan sekularisasi. Pada zaman modern memang selalu terjadi benturan-benturan antara nilai-nilai lama yang terkandung di dalam seni pertunjukan tradisional dan nilai-nilai baru pada seni pertunjukan massa. Cukup banyak alasan yang muncul, diantaranya seni tradisi dianggap tidak lagi relevan dengan semangat zaman, seni pertunjukkan tradisional sangat rumit untuk dipahami dan tidak menghibur sehingga tidak perlu lagi disediakan ruang selayaknya.

Pandangan orang terhadap seni tradisi yang sudah tidak relevan terhadap semangat zaman, sudah kuno dan kolot kemudian dibantah oleh Gusmiati Suid, seorang koreografer tari internasional. Ia mencoba untuk mempelajari, merenungkan, mengolah, dan menyajikan jenis seni pertunjukan tari dalam bentuk yang baru, dengan gerakan-gerakan yang dinamis dan enerjik, namun tetap menyiratkan tradisi budaya Minangkabau. Gerakan tari yang tercipta berasal dari gerak pencak silat yang merupakan akar tari Minangkabau dan mengandung falsafah Minangkabau yang kuat.

Kalangan seniman tari Minangkabau mengakui apa yang telah dicapai Gusmiati Suid. Ia dianggap mampu melakukan revitalisasi budaya, ketika seni tradisi Minangkabau yang mengandung arti falsafah hidup serta berakar dari gerak pencak silat mengalami proses peminggiran dengan gerak gaya Melayu yang hanya mementingkan pada hiburan semata. Gusmiati Suid memberikan tawaran dan jalan keluar yang kreatif untuk menghadapi proses peminggiran budaya tersebut. Gusmiati Suid kembali menggunakan pencak silat yang merupakan akar dari gerak tari Minangkabau sebagai gerak karya tarinya dan mengandung falsafah Minangkabau dalam menyampaikan sebuah pesan.

Gusmiati Suid dalam perjalanan kreatifnya, sangat sadar bahwa tampilan Minangkabau dalam tari, terletak pada penguasaan pamenan yang berdasarkan pancak. Ia menekankan bahwa penguasaan bentuk-bentuk tari tradisi sebagai bahasa karya baru, semestinya diikuti dengan penguasaan pencak. Bahkan bagi Gusmiati Suid pencak tidak hanya harus dilakukan secara teknik, tetapi juga dipahami dalam konteks filosofinya.

Dalam karya-karyanya, Gusmiati Suid selalu menggunakan vokabuler pamenan (tari tradisi) yang berdasarkan pencak yang kuat. Akibatnya, karya-karya yang dilahirkan dapat menjadi wacana tersendiri sebagai reaksi dari pada tampilan budaya Minangkabau yang terekspresikan dalam gerak tarinya. Hal demikian sejalan dengan pembinaan terhadap realitas sosial masyarakat dimana ia ikut mempengaruhi kualitas seni pertunjukan itu (Richard Schechner. 2002:110). Karya-karyanya disebut sebagai hal yang memiliki paduan dari sebuah kecermatan, teknik dan semangat yang menyala sebagai esensi kehidupan orang Minangkabau. Ia memiliki suasanan yang tegar dan liris, dengan elemen tradisi dan kontemporer yang cermat dan membangkitkan fantasi (Sal Murgiyanto.2000:77).

Perkembangan seni pertunjukkan kontemporer Indonesia yang terinspirasi oleh kebudayaan Minangkabau, terutama seni tari dan seni musik, tidak dapat dilepaskan dari sosok Gusmiati Suid. Gusmiati Suid telah menemukan sekaligus meletakkan suatu landasan kreatif dalam kesenian Minangkabau yang memungkinkan pula munculnya generasi baru sebagai kreator dalam seni pertunjukkan kontemporer Indonesia yang tetap tidak meninggalkan akar budaya daerahnya.

Dilihat dari apa yang telah dilakukan Gusmiati Suid, terutama dalam hubungan seni tari dengan kebudayaan Minangkabau, beliau telah membuka mata banyak orang untuk lebih mengamati dan mempelajari kembali seni tradisi Minangkabau, yang telah menjadi sumber inspirasi kreatif dan tempat berpijak kreativitas dari Gusmiati Suid sendiri.

Gusmiati Suid adalah salah satu seorang seniman Indonesia yang telah memberikan kontribusi kreatif terhadap perkembangan kesenian, terutama seni tari dan musik yang berakar dari tradisi yaitu Minangkabau. Melalui Gumarang Sakti yang didirikan tahun 1982, Gusmiati Suid telah mengukirkan karyanya selama sembilan belas tahun melalui karya-karya pertunjukkan tari dan musik.

Setelah mengamati karya-karya seni pertunjukan Gusmiati Suid, terdapat ciri khas dan keunikan tertentu, terutama pada gerak tarinya. Meskipun karya-karya seni pertunjukannya termasuk karya kontemporer, namun spirit dan nuansa keminangkabauannya begitu kuat. Gusmiati Suid tidak hanya berhasil menemukan roh dan kekayaan gerak Minangkabau, tetapi juga berhasil meramu kreativitasnya berdasarkan pengalaman dan menjadikan sebuah pertunjukan. Ia selalu menampilakan setiap karya yang dinamis, penuh ide-ide baru, pesan moral dan terkadang menyentak penonton yang melihatnya. Hal ini terbukti dari salah satu karya tarinya, yaitu tari Rantak yang diciptakan pada tahun 1978. Pada saat itu mewakili Sumatera Barat dan memenangkan penghargaan tiga besar dalam Pekan Tari Rakyat di Jakarta tahun 1978. Gerak tari Rantak membuat heboh kalangan seniman tari Indonesia dan terutama seniman Minangkabau, yang menganggap gerak tari Rantak sudah keluar dari gerak tari Minangkabau yang saat itu berakar dari gerak tari Melayu yang lemah gemulai.

Dalam sebuah obrolan saat mementaskan karyanya di Singapura tahun 1997, ia memberikan komentar tentang perlakuannya pada khasanah tradisi untuk kepentingan karya-karyanya. Gusmiati Suid selalu berpatokan pada falsafah Minangkabau “baguru ka alam takambang”. Falsafah ini justru menganjurkan agar setiap manusia atau generasi berdialog dengan zamannya. Itu artinya Minangkabau menolak berada dalam tempurung, dalam kotak tertentu yang tak pernah berubah. Tak ada yang baku di Minangkabau, termasuk karya tari. “Lihatlah pakaian orang Minangkabau, celananya malah celana Jawa, potongan bajunya bergaya Cina…. Nah, itukan dinamis”, ungkapnya. Begitu juga dalam tari, Gusmiati Suid tidak takut berbeda, karena alam mengajarkan kepadanya untuk menjelajahi setiap ruang penghayatan yang hampir setiap waktu berbeda. Minangkabau bagi Gusmiati Suid adalah sebuah esensi.

Saat menggarap Catuah Langkah dan Bakaba, sepuluh tahun ia mempelajari filsafat gerak wanita ideal dalam sastra Minangkabau: Samui tapijak indak mati, alu tatarung patah tigo (semut terpijak tidak mati, alu tertarung patah tiga), sebelum ia benar-benar berani menuangkan ke dalam tari. Samui tapijak indak mati adalah sebuah ilustrasi tentang betapa besar tenaga yang terkandung di tubuh perempuan walaupun ia berjalan lemah gemulai. Ketika menciptakan tari Rantak, selama enam tahun ia mempelajari silat dari berbagai nagari seperti Padang Pariaman, Payakumbuh, Batusangkar dan Agam.

Karya-karya Gusmiati Suid kemudian berhasil mengisi forum-forum internasional, bahkan membuka mata para pengamat seni pertunjukan dunia. Seni pertunjukan tidak selalu harus dari Barat, ia juga bisa datang dari Timur, yaitu dari Indonesia, seperti yang telah dilakukan oleh Gusmiati Suid. Pementasan pertama karyanya pada level internasional dalam acara Asia Festival of Theatre, Dance, and Martial Art di India pada tahun 1987. Gusmiati Suid mendapatkan penghargaan Bessies Award dari New York Dance and Performance pada tahun 1991, setelah mementaskan karyanya dalam pertunjukkan seni tari di Amerika Serikat. Karyanya, Bakaba yang ditampilkan pada festival tersebut mendapatkan pujian dan itu membuatnya menangis. Ia terharu dan senang atas usahanya selama ini untuk terus mengenalkan tari yang berakar dari Minang tanah kelahirannya. Sejak itu pandangan orang-orang daerah kapadanya berubah menilai sosok dan setiap karyanya. Keberhasilan besar Gusmiati Suid sampai saat ini tidaklah mudah diperoleh. Jalan berliku ditempuhnya mulai dari cercaan, sindirian hingga tidak adanya tokoh dan masyarakat Minang yang membantunya baik secara moral maupun moril. Ia dapat dikatakan sebagai seniman tari yang membuka gerbang tari Minangkabau di luar negeri. “Dulukan yang ada cuma tari Bali, kini tari Minangkabau telah mendunia”, tutur Sal Murgiyanto menegaskan eksistensi Gusmiati Suid. Pada tahun 1994 ia bersama Gumarang Sakti menjadi satu-satunya wakil Asia untuk peringatan 100 tahun tari modern pada Internasional Tanzfestival di Jerman. Gusmiati Suid tampil satu forum dengan seniman tari yang sangat disegani di dunia, Pina Bausch.

Apa yang dikerjakan Gusmiati Suid sebenarnya telah dimulai oleh generasi sebelumnya, yakni Hoerijah Adam, seorang seniman Minangkabau yang pernah menjadi guru dan sahabat dari Gusmiati Suid. Hoerijah Adam telah membuka jalan sebagai bingkai budaya, kemudian Gusmiati Suid melanjutkan perjuangannya dalam proses mencari perubahan dan perkembangan seni budaya Minangkabau. Hoerijah, seperti pernah diungkapkan pengamat tari Dr. Sal Murgiyanto, mencuplik aspek teknis tari dan melahirkan aspek-aspek teknik tari. Idenya ini malah memberikan sumbangan yang besar pada tari modern. Bagi Hoerijah Adam dan Gusmiati suid, pancak dan pamenan jelas menjadi panutan utamanya. Pencapaian perjalanan kreativitas mereka telah menghasilkan sebuah sebutan khas. Horijah Adam disebut sebagai peneguh tari Minangkabau (Redefining Minangkabau Dance) (Sal Murgiyanto. 200:78), sedangkan Gusmiati Suid dalam sebuah media nasional disebut sebagai koreografer yang berpikir lokal bertindak global.

Keteguhan hati Gusmiati Suid untuk menetapkan pilihan hidupnya sebagai seniman, salah satunya adalah dengan mengeluarkan surat pengunduran diri sebagai pegawai negeri dan guru karena hendak hijrah ke Jakarta demi menggapai obsesinya menjadi seniman tari. Komitmen yang kukuh terhadap suara batin dan tak pernah kendur terhadap adat, syariat, dan nilai-nilai kemanusian merupakan kekuatan yang dimilikinya dan hal itu yang membedakan Gusmiati Suid dengan banyak rekan seangkatannya.

Gusmiati Suid memberi semangat pembaharuan dalam perkembangan seni pertunjukkan Indonesia agar tidak ketinggalan zaman, namun tetap kukuh mengembangkan kebudayaan asli sebagai dasar sebuah karyanya. Ia telah menjadi bagian penting dalam kehidupan kesenian di Minangkabau maupun Indonesia. Gusmiati Suid juga memberikan keyakinan kepada khalayak banyak terutama seniman, bahwa keteguhan hatinya dalam menetapkan pilihan di dunia seni tari merupakan jalan hidup dan langkah nyata untuk sebuah cita-cita.

Melalui perjuangan keras dan keyakinan diri, puteri Asiah dan Gasim Shahab itu berhasil membentuk diri menjadi penari dan penata tari yang handal. Gusmiati Suid juga memiliki harga diri dengan rasa cinta yang mendalam kepada bangsa, negeri dan kemanusiaan, bukan hanya di tingkat nasional tetapi juga dalam pergaulan antar bangsa. Sehingga ia menjadi seorang seniman yang banyak meraih penghargaan atas dedikasinya selama ini dalam mengembangkan kesenian tradisional Indonesia.

Bagong Kertajayasa dan Soedarsono adalah tokoh seni tari Indonesia yang terlebih dahulu diakui sebagai “maestro” tari Indonesia, dan pengakuan bahwa Gusmiati Suid adalah salah seorang “maestro” tari Indonesia, diungkapkan oleh seniman tari Ratna Sarumpaet sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta dalam acara pemberian Anugerah Seni Dewan Kesenian Jakarta 2004, “Gusmiati Suid adalah seorang seniman Indonesia, yang telah memberikan kontribusi kreatif terhadap perkembangan kesenian, terutama seni tari dan musik yang berakar dari tradisi budaya Minangkabau. Bersama Gumarang Sakti, Gusmiati Suid telah mengukir kreativitasnya melalui karya-karya pertunjukan tari dan musik yang kemudian mengukuhkan dirinya sebagai salah seorang ‘maestro’ tari Indonesia yang mendapat penghargaan luas baik di dalam maupun di luar”.

Selain ungkapan yang disampaikan oleh tokoh seniman, pengakuan Gusmiati Suid sebagai salah satu Maestro tari Indonesia juga disampaikan melalui buku, paper, dan siaran televisi. Buku yang memberikan ungkapan dengan judul Peringatan 1000 hari wafatnya Sang Maestro Tari Gusmiati Suid; pernyataan wafatnya Sang Maestro Tari Indonesia yang disampaikan SCTV dalam Liputan6.com tahun 2004; dan ulasan yang disampaikan Metro TV dalam segmen Sang Maestro tahun 2004.

Sumber : http://jcinstitute.wordpress.com/2009/12/31/rantak

***

Maestro pencipta tari tradisional Minangkabau, Syofyani (84), dipilih sebagai tokoh pariwisata Sumatra Barat (Sumbar) 2009. Dia dianugerahi penghargaan ‘A Lifetime Achiefment Award‘ pada acara puncak ‘West Sumatra Tourism Award’ (WSTA) 2009 di Padang, Selasa.

Syofyani dipilih sebagai tokoh atas peran dan dedikasinya yang tinggi dalam pengembangan dan pembangunan kebudayaan Sumbar, khususnya di bidang seni tari yang telah dilakoninya sejak 1961, kata Ketua Panitia WSTA 2009, Fersniza Novita Putri.

Dalam perjalanan hidupnya di dunia seni tari Minangkabau, Syofyani, putri Minang kelahiran Bukittinggi, 14 Desember 1935 itu telah menciptakan 157 tari Minang dan telah dipentaskan di 50 negara dan lima benua.

Karya paling terkenal ibu lima putri dan satu putra itu adalah tari piring di atas pecahan kaca, tari pasambahan, tari payung, tari indang dan tari manggaro yang semua telah dikenal luas, baik secara nasional maupun internasional.

Tari piring di atas pecahan kaca menjadi sangat populer dan sering ditampilkan pada pementasan internasional baik di dalam maupun luar negeri oleh Sanggar Tari Syofyani’s yang dipimpin Syofyani.

Terakhir sanggar ini tampil pada pentas budaya Indonesia di Belgia, Belanda, Prancis dan Inggris pada pertengahan 2009. Syofyani, istri seniman Minang, Yusaf Rahmad, ini juga telah ‘melahirkan’ generasi-generasi baru seniman Minang sebanyak 5.000 orang lebih penari yang tersebar baik di dalam maupun luar negeri. Atas karya-karya besarnya yang telah memberikan warna cerah dalam pengembangan seni tari Minangkabau, maka Syofyani dipilih sebagai tokoh pariwisata Sumbar 2009, kata Novita.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar, James Hellyward, menilai Syofyani adalah salah satu maestro tari terbesar Minang sepanjang masa dengan karya cipta yang terus dibawakan untuk memajukan dan memperkenalkan Minangkabau secara lebih luas di kancah nasional dan internasional. Dunia kesenian Minangkabau mempunyai hutang budi yang sangat besar atas peran dan dedikasi tinggi Syofyani dalam mengangkat citra daerah selama ini, tambahnya.

Pada acara puncak ‘West Sumatra Tourism Award’ (WSTA) 2009, James Hellyward menyerahkan tropi emas ‘Bundo Kanduang’ kepada Syofyani sebagai bentuk anugerah ‘A Lifetime Achiefment Award’ pada ‘West Sumatra Tourism Award’ (WSTA) 2009.

Sumber :
http://www.sumbarprov.go.id/detail_news.php?id=833

Siapa Sangka Tari Minang Mampu Meredam Kepikunan

Bang Is : 1,5 Tahun Meneliti Dahsyatnya Tari Piring

Di antara seniman tari di Sumatera Utara, nama Bang Is tentu saja tak asing lagi. Pria bernama lengkap Iskandar Muda itu malang melintang di dunia tari lebih dari satu dekade lamanya. Dedikasinya akan seni tari seolah tak ada matinya.

Dunia yang sangat dicintainya ini memang memberinya banyak hal. Bahkan dia begitu yakin bahwa ada sebuah nilai yang lebih dahsyat dari sebuah tari yang dianggap sebagian orang hanya sebatas buah kesenian.

Maka itu sejak 1,5 tahun lalu Iskandar pun meneliti tari piring. Hasil penelitiannya itu dirangkum dalam sebuah tesis berjudul Menuju Keseimbangan.

Luar biasa, penemuan baru pun muncul. Siapa sangka di balik tari-tarian tradisional bangsa ini terdapat energi besar yang mampu menjaga keseimbangan kesehatan tubuh.

Selama ini, penelitian akan fungsi tari kepada kesehatan masih kurang lengkap. Tak banyak yang tahu, bahwa dalam tarian itu lebih banyak hal positif yang bisa ditemukan,” terang Iskandar.

Soal kesehatan, Iskandar banyak terinspirasi dari budaya Cina. Pernah suatu ketika Iskandar menerima seorang murid tari yang usianya sudah 76 tahun. Muridnya itu merupakan nenek etnis Thionghoa bernama Acu.

Suatu kali saya menanyakan kepada Oma Acu, kenapa dia masih mau belajar tari kepada saya. Padahal usianya sudah lanjut,” kenang Iskandar.

Oma Acu pun menjawab dari hati paling dalam bahwa dia merasakan dengan menari, kondisi tubuhnya lebih terjaga. Ketika dia mempraktekkan apa yang diajarkan kepadanya di rumah, maka itu akan bermanfaat untuk pencegahan dari pikun,” sambung pria kelahiran Medan 20 Desember 1967 itu.

Di tesis Iskandar, tari piring menjadi bahan utama yang digarap. Tari piring merupakan salah satu peninggalan seni pertunjukan masyarakat Minangkabau hingga yang sampai saat ini masih dapat ditemui baik di daerah darek dikenal dengan istilah Luhak Nan Tigo, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Limapuluh Koto. Kemudian masih dapat ditemui lagi di daerah rantau seperti Pariaman dan semenanjung pasisir pantai yang memiliki beragam macam bentuk dan gaya tari piring.

Pada prinsipnya tari piring tradisi tumbuh dan berkembang di lingkungan komunitas petani. Biasanya ritual tari piring dipertunjukan di saat malam hari ketika musim panen tiba. Pertunjukan tari piring tersebut merupakan ungkapan rasa syukur masayarakat Minangkabau setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah.

Dengan menunjukkan sikap semangat rasa kebersamaan dan kegotong-royongan yang sangat erat diantara mereka, selanjutnya setelah panen diungkapan melalui atraksi pertunjukan tari piring. Keberadaannya sangat dinikmati masyarakat sekitarnya sehingga diyakini oleh komunitas petani tersebut bahwa tari piring dapat membawa keberkahan, kesuburan dan kemakmuran

Maka itu, sebuah tarian itu punya unsur yang kaya makna,” sambung Iskandar yang juga pimpinan Sanggar Tari Tri Arga itu.

Pada dasarnya, dijekaskan Iskandar, semua tari memiliki kemampuan dahsyat untuk menghasilkan kesehatan bagi pelakunya. Asalkan dijadikan sebuah keseriusan yang mendalam. “Semua tari itu asalkan dilakoni dengan sungguh-sungguh pasti akan punya manfaat,” ungkapnya.

Tak hanyak sekadar meneliti, Iskandar juga akan mementaskan hasil penelitiannya itu pada 3 Maret mendatang di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Utara. Ada dua karya tari yang akan dipersembahkan Iskandar. Siapa saja yang penasaran, silahkan tunggu tanggal mainnya.

Sumber : http://www.hariansumutpos.com/2010/02/siapa-sangka-tari-minang-mampu-meredam-kepikunan.html

Talempong Batuang

Talempong Batuang (batuang = sejenis bambu) adalah salah satu alat musik tradisional Minangkabau yang mendekati kepunahan, sama halnya dengan Pupuik Batang Padi. Hanya sedikit sumber yang mengetahui tentang alat musik ini.

Mendengar kata “talempong“, tentu yang terbayang adalah alat musik pukul harmonik (non-perkusi) yang terbuat dari logam kuningan (brass). Namun sebenarnya alat musik “talempong” asli Minangkabau adalah yang terbuat dari batuang. Talempong yang terbuat dari logam justru merupakan asimilasi dengan alat musik “bonang” pada Gamelan Jawa.

***

Seni Talempong Batuang jo Ratok Silungkang Tuo

Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya, lain daerah lain pula kebiasaannya. Setiap daerah mempunyai ciri khas, baik bahasa, seni, dan budaya. Barangkali tak salah pepatah mengatakan bahwa “bahasa menunjukkan bangsa”.

Silungkang, termasuk wilayah Kota Sawahlunto mempunyai rabana marapulai (rebana pengantin), kain songket, sapu ijuak, dan lain-lain. Kesenian Silungkang asli yang saat ini tak lagi dapat dinikmati dan tak mustahil generasi yang saat ini berusia dibawah 50 tahun tidak pernah mengenal dan mendengarnya. Kesenian itu adalah “Talempong Batuang” dan “Ratok Silungkang Tuo” yang lebih dikenal sebagai “marunguik”.

Talempong Batuang” dan “Ratok Silungkang Tuo” adalah kesenian lama Silungkang yang dahulunya dimainkan oleh kaum ibu di rumah, di sawah, atau di ladang untuk sekedar menghilangkan kepenatan setelah bekerja seharian. Biasanya kesenian ini dimainkan di dangau sambil berleha-leha. Syairnya sangat didominasi oleh pantun parasaian (meratap) dan pantun kerinduan pada anak dan suami tercinta nun jauh di rantau orang. Di era tersebut, perantau Silungkang jarang sekali yang menyertakan istri dan kalau ada anak lelakinya, sementara si istri ditinggal di kampung dengan segala penderitaannya lahir batin, karena tak jarang (mungkin karena terpaksa keadaan) sang suami “tapaso barumah” (terpaksa berumah) di rantau urang. Kato urang saisuak, “lautan sakti, rantau batuah”. Perlu diketahui di zaman itu merantau di Sawahlunto atau di Solok saja (yang jaraknya tak menjadikan kita musafir, sudah dianggap merantau).

Di era tahun ’50-an “Talempong Batuang” jo “Ratok Silungkang Tuo” ini pernah disosialisasikan kepada kerabat muda, tapi sayang umurnya pun muda. Sejak tahun 1955, kedua kesenian itu seperti lenyap ditelan bumi.

Rupanya nasib masih berpihak pada Silungkang. Saat ini siapa saja yang ingin menikmati kesenian yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara ditabuh tersebut sudah dapat menikmatnya kembali. Hal ini dimungkinkan karena Silungkang masih menyisakan seorang seniman yang masih konsisten untuk tetap memelihara dan melestarikannya, beliau itu adalah Datuak Umar Malin Parmato.

Bersama Dinas Kebudayaan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Pariwisata Kota Sawahlunto, beliau saat ini telah membina sebuah grup kesenian “Talempong Botuang jo Ratok Silungkang Tuo” di Sungai Cancang dan sudah pula dimasukkan ke dalam pelajaran ekstra kurikuler di SD No. 13 Sungai Cancang.

Kiprahnya cukup membanggakan, selain penampilan perdananya di Sawahlunto pada acara Pekan Seni dan Budaya, juga telah dipergelarkan pada Acara EXPO 2000 dan Pergelaran Seni dan Budaya se-Sumatera Barat di Taman Budaya Padang pada tahun 2001.

Ratok Silungkang Tuo

Ratok berarti ratap – maratok artinya meratap – meratapi, karena pada mulanya kesenian ini memang diperuntukan sebagai sarana untuk meratapi atas meninggalnya seseorang. Caranya dengan menyebut-nyebut sambil mendendangkan bersama-sama oleh para karib kerabat, bako dan tetangga, semua perangai / tingkah laku almarhum/ah semasa hidupnya hingga wafat.

Lahirlah istilah “Ratok Pertolongan” karena apabila dalam keluarga almarhum/ah tidak ada yang dapat melantunkan ratok maka dimintai tolonglah pada orang/kelompok profesional, dengan membayar sejumlah uang – kira-kira – mungkin seperti “seksi menangis” pada upacara prosesi kematian orang Tionghoa.

Tahun batuka, musim baganti (tahun bertukar, musim berganti) misi kesenian ini yang pada mulanya hanya untuk meratapi kematian akhirnya berubah. Setelah berganti nama dengan nama menjadi “marunguik” kesenian ini lebih identik untuk “baibo-ibo” (mengiba-iba), meratapi nasib dan peruntungan nasib dan peruntungan baik yang tidak berpihak padanya.

Kaum muda memanfaatkan marunguik ini untuk bersenandung ria demi sekedar melepaskan beban rindu dendam yang menyesakkan dada pada sang kekasih. Perlu diketahui oleh pembaca, bahwa pada zaman itu bagi sepasang kekasih, jangankan untuk bercengkrama – berpapasan di jalan saja sudah diterima sebagai suatu karunia yang amat besar, laksana mukjizat.

Sumber : Syahruddin – Kades Silungkang “Buletin PKS (Persatuan Keluarga Silungkang – Jakarta), bukan Partai Keadilan Sejahtera. red